KELAINAN METABOLISME PROTEIN


MAKALAH BIOKIMIA

KELAINAN METABOLISME PROTEIN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Biokimia Gizi

Dosen Pengampu : Endang Nur W, SST, MSi

 logo-ums

Disusun Oleh :

  1. Iput Dewati         ( J300120059)
  2. Devani Chintiabadi C.    ( J300120060)
  3. Ittaq Amri Azalista          ( J300120061)

 

 

PROGRAM STUDI GIZI D3

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan makalah biokimia ini dengan baik. Dalam kesempatan kali ini penulis berterimakasih kepada :

  1. Dosen pengampu mata kuliah Biokimia Gizi, Endang Widyaningsih
  2. Orang tua kami yang telah memberi dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
  3. Semua teman yang telah memberi dukungan kepada kami dalam menyelsaikan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Biokimia Gizi. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurna meskipun demikian semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.

 

 

 

                                                                                    Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………2

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang…………………………………………………………………….4
  2. Rumusan Masalah……………………………………………………………….5
  3. Tujuan Penulisan…………………………………………………………………5
  4. Manfaat Penulisan……………………………………………………………….5

BAB II PEMBAHASAN

  1. Definisi Penyakit………………………………………………………….7
  2. Etiologi Penyakit………………………………………………………….10
  3. Penanggulangan Defisiensi Protein………………………………….14

BAB III  PENUTUP

  1. Kesimpulan ……………………………………………………………..16
  2. Saran ……………………………………………………………………..16

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..17

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. A.   Latar Belakang Masalah

Protein merupakan bagian dari semua sel hidup  dan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler adalah protein. Di samping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekusor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan (Almatsier, 2001).

Protein merupakan polimer asam L-α-amino. Suatu asam amino adalah senyawa yang mengandung gugus amino dan gugus karboksil. Pada asam α-amino, kedua gugus ini terikat dengan atom H dan berbagai pengganti, dinamakan gugus R atau rantai samping. Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya (Colby, 1992).

Protein tersusun atas asam-asam amino. Asam amino beratus-ratus jumlahnya, namun hanya beberapa yang diketahui ikut membangun protein. Diantara berabagai asam amino yang terhidrolisis terdapat 20 macam, yang dibagi menurut gugus R-nya yaitu ada 4 macam: asam amino nonpolar (gugus R-nya hidrofobik) diantaranya alanin, valin, leusin, isoleusin, prolin, fenilalanin, triptofan, metionin; asam amino polar tanpa muatan pada gugus R diantaranya glisin, serin, treonin, sistein, tirosin, aspargin, glutamin; asam amino bermuatan positif pada gugus R diantaranya lisin, arginin, dan histidin; asam amino bermuatan negatif pada gugus R diantaranya asam aspartat, asam glutamat, lisin, arginin, histidin (Girindra, 1993).

Sejumlah asam amino sangat diperlukan dalam pembentukan protein jaringan hal ini sangat tergantung pada macam asam amino sesuai jaringan yang akan dibentuk. Asam amino dibedakan menjadi 3 macam yaitu asam amino esensial, asam amino semi esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial merupakan asam-asam amino yang sangat diperlukan sekali dalam tubuh, keberadaannya dalam tubuh tidak dapat dihasilkan sendiri, asam amino esensial merupakan bentuk jadi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi. Asam amino semi esensial merupakan asam amino yan dapat menjamin proses kehidupan jaringan orang dewasa, sedangkan bagi pertumbuhan anak dapat dikatakan tidak mencukupi. Adapun asam amino non esensial adalah asam-asam amino yang dapat disintesa tubuh sepanjang bahan dasar memenuhi bagi pertumbuhannya ( Kartasapoetra dkk, 2005).

Protein berperan penting dalam pembangunan pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, sebagai pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh dan sebagai pemberi tenaga. Selain itu protein mempunyai banyak fungsi diantaranya adalah pembentukan esensial-esensial tubuh, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, dan mengangkut zat gizi.

Angka kecukupan protein harian setiap golongan umur dan keadaan berbeda-beda. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO/UNU (1985) adalah “ konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan, atau menyusui” (Almatsier, 2001).

Kekurangan konsumsi protein dapat menyebabkan beberapa gangguan gizi dan metabolisme tubuh. Kekurangan protein dapat menyebabkan kwashiorkor, KEP ( kekurangan energi protein), dan busung lapar. Selain itu proses pertumbuhan janin pada ibu hamil  juga akan terganggu dan kadar gizi ASI yang diproduksi untuk ibu menyusui memiliki kandungan zat gizi protein yang kurang.

  1. B.   Rumusan Masalah
    1. Bagaimana penyakit defisiensi protein, etiologi serta pencegahannya?

 

  1. C.   Tujuan Penulisan
    1. Mengetahui definisi dari kekurangan dan kelebihan protein, penyebab-penyebabnya serta mengetahui bagaimana cara pencegahannya.

 

 

 

 

  1. D.   Manfaat Penulisan Makalah
    1. Bagi mahasiswa

Diharapkan menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai akibat dari defisiensi protein, penyebab defisiensi protein serta cara pencegahannya.

  1. Bagi penulis

Manfaat bagi penulis sendiri yaitu lebih mengetahui dan memahami tentang defisiensi protein, akibat-akibatnya serta bagaimana pencegahannya.

  1. Bagi pembaca

Bagi pembaca semoga tulisan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai defisiensi protein, akibat dari defisiensi protein serta cara pencegahannya.

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A.   Definisi Penyakit

“For developing countries, the highest nutritional priority is related to deficit food intake that affected nutritional deficiencies such as protein energy malnutrition, anemia, iodine deficiency disorders, vitamin A deficiency and other micronutrients. On the other hand, excessive and unbalanced intakes of food associated with changes in lifestyle are now becoming nutritional issues related to increasing number of overweight and obesity” (Atmarita, 2005).

Beberapa daerah di Indonesia masih rentan terhadap masalah nutrisi, seperti malnutrisi protein, anemia, defisiensi protein, defisiensi vitamin A dan mikronutrien lainnya. Hal ini dipengaruhi olelh kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya kebutuhan nutrisi bagi tubuh, kesadaran terhadap makanan yang mengandung sarat gizi serta gaya hidup yang salah. Gaya hidup yang salah seperti terlalu sering makan-makanan yang hanya mengandung lemak, karbohidrat dan kadarg glukosa yang tinggi, seperti terkandung dalam junk food dapat mnyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas. Serta konsumsi nutrisi yang tidak seimbang selain dapat menyebabkan obesitas dan kelebihan berat badan juga mengakibatkan masalah nutrisi lain seperti kwashiorkor, marasmus dan marasmus-kwashiorkor, hal ini juga dipengaruhi sosial ekonomi, pendidikan, kurang keterampilan dan infeksi. Obesitas juga disebabkan karena konsumsi makanan yang mengandung kadar protein tinggi. Makanan yang mengandung kadar protein tinggi biasanya tinggi pula kadar lemaknya.

Kekurangan protein banyak terjadi pada masyarakat pada tingkat sosial ekonomi yang rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat dapat menyebabkan kwashoirkor. Selain itu kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang disebut marasmus. Gabungan dari marasamus dan kwashiorkor dinamakan dengan KEP/KKP ( Kuarang Energi Protein/Kurang Kalori Protein). Selain itu terdapat busung lapar, disebut juga dengan hunger oedem (HO), yang merupakan bentuk kurang gizi berat yang menimpa daerah terpencil/minus, yaitu daerah yang miskin, tandus yang timbul secara periodik pada masa paceklik, bencana alam, kemarau panjang serta serangan hama tanaman.

Kekurangan konsumsi protein pada anak-anak kecil dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan badan si anak. Pada orang dewasa kekurangan protein mempunyai gejala yang kurang spesifik, kecuali pada keadaan yang telah sangat parah seperti busung lapar. Kwashiorkor adalah istilah yang pertama kali digunakan Cecily Williams bagi gejala yang sangat ekstrem yang diderita oleh bayi dan anak-anak kecil akibat kekurangan konsumsi protein yang parah, meskipun konsumsi eneri atau kalori telah mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor terutama diderita oleh bayi dan anak kecil pada usia enam bulan sampai tiga tahun. Usia dua tahun merupakan usia yang sangat rawan. Hal ini disebabkan pada usia ini merupakan masa peralihan dari ASI (air susu ibu) ke PASI (pengganti air susu ibu) atau ke makanan sapihan. Makanan sapihan pada umumnya mengandung karbohidrat dalam jumlah yang besar, tetapi sangat sedikit kandungan proteinnya atau sangat rendah mutu proteinnya. Padahal justru pada usia tersebut protein sedang sangat diperlukan bagi pertumbuhan badan anak. Gejala dari kwashiorkor yang spesifik adalah adanya oedem, ditambah dengan adanya gangguan pertumbuhan serta terjadinya perubahan-perubahan psikomotorik.

Ciri-ciri anak terkena kwashiorkor adalah 1) Edema umumnya seluruh tubuh terutama pada kaki (dorsum pedis),wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti rambut jagung mudah dicabut tanpa rasa sakit. 2) Perubahan status mental , apatis dan rewel. 3) Otot mengecil, atrofi, lebih nyata jika diperiksa dalam posisi duduk, terdapat kelainan kulit, bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kemerahan dan mengelupas.4) Sering disertai penyakit infeksi (terutama akut), anemia dan diare.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Marasmus adalah istilah yang digunakan bagi gejala yang timbul bila anak menderita kekurangan energi (kalori) dan kekurangan protein. Kuashiorkor hanya mengalami kekurangan protein, sedang energinya cukup. Penderita marasmus sangat kurus, sedang penderita kwashiorkor kelihatan kurus. Ciri-ciri klinis marasmus :1). Anak kurus, tinggal terbungkus kulit, 2). Wajah seperti orang tua, 2). Cengeng rewel, 3). Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit => kulit mudah diangkat, kulit terlihat longgar, kulit paha berkeriput, 4). Otot menyusut (wasted), lembek, 5). Tulang rusuk tampak terihat jelas, 6). Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant), 7). Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam, 8). Tekanan darah, detak jantung pernafasan berkurang.

  1. B.   Etiologi Penyakit

Penyakit akibat dari defsiensi protein seperti Kwashiorkor, marasmus dan KEP mempunyai beberapa penyebab. Diantaranya adalah penyebab dari lingkungan itu sendiri yaitu kecenderugan perubahan keadaan gizi masyarakat di negara berkembang yang berbeda-beda dalam dasawarsa 1980-an. Derajat kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan pelayanan sosial lainnya. Memadai atau tidaknya pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin tergantung pada anggaran pemerintah yang disediakan untuk pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial lainnya. Dalam keadaan ekonomi sulit, pemerintah cenderung mengadakan penghematan yang tidak jarang mempengaruhi penyediaan anggaran untuk bidang sosial.

Konsumsi makan bagi seseorang yang rawan terhadap kekurangan girl (balita, ibu hamil) dipengaruhi oleh pola konsumsi keluarga dan pola distribusi makan antar anggota keluarga. Selanjutnya pola distribusi makan antar anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor penting yang diduga ada kaitannya dengan kebijaksanaan ekonomi makro adalah tingkat upah kerja, alokasi waktu untuk keluarga, dll. Dalam hal ini peranan wanita atau ibu sangat penting. Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI, meskipun hal tersebut belum tentu berpengaruh negatif pada keadaan gizi bayi.

Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi makan keluarga. Disamping itu konsumsi makan keluarga juga dipengaruhi oleh harga pangan dan harga bukan pangan. Rumahtangga berpendapatan rendah 60-80% dari pendapatannya dibelanjakan untuk makan. Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan riil rumah tangga, sedangkan pendapatan riil rumahtangga disamping ditentukan oleh tingkat harga juga oleh jumlah pendapatan nominal, sementara tingkat barga relatif.

Selain hal-hal tersebut diatas, yaitu :

1. Faktor Sosial Ekonomi a. Tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab KEP Timbulnya malnutrisi pada balita tidak lepas dari pengetahuan ibu tentang baik dari segi kebiasaan pola makan, kebersihan, kualitas dan kuantitas yang akan mempengaruhi gizi balitanya, bila ibu memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi bagi balita tentunya akan berdampak langsung bagi asupannutrisi balitanya. Pengetahuan tentang gizi tidak harus didapat dari   kegiatan-kegiatan formal atau pendidikan khusus, hanya dengan kreatifitas dan inisiatif dari ibu informasi mengenai pengetahuan tentang gizi dengan mudah dapat diperoleh.

b. Tingkat pendidikan ibu

Hasil analisa data Susenas 1986 menunjukkan bahwa pendidikan orangtua ternyata berhubungan negatif dengan prevalensi jurang gizi. Jadi mungkin ada faktor lain yang menyebabkan anak dari orangtua dengan tingkat pendidikan tamat SLTA menderita KEP bahkan sampai tingkat berat.

c. Jenis pekerjaan ibu dan pola asuh balita (Kristijono A, 2000)

Pada usia ini balita juga mulai lebih banyak bersosialisasi dengan lingkungan. Pekerjaan ibu yang banyak memakan waktu sedikit banyak berpengaruh pada komunikasi diantara keduanya. Ibu dengan tingkat kesibukan diluar rumah yang tinggi dapat mengurangi pengawasan terhadap balitanya karena seringkali dititipkan kepada sanak saudara yang lain atau tetangga yang tidak menjamin apakah balitanya tersebut diasuh dengan baik. Hal itu dapat menyebabkan asupan nutrisi yang diterima oleh balita kurang sehingga balita jatuh dalam keadaan gizi kurang atau gizi buruk.

2. Asupan Nutrisi

a. Pemberian ASI

Makanan utama balita umur 0 – 6 bulan hanyalah ASI karena dari segi fungsi organ pencernaan balita belum bisa menerima secara sempurna makanan yang lain selain ASI. Disamping itu ASI juga mengandung imunoglobulin alami dari ibu yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh balita. Apabila balita sudah mendapatkan makanan selain ASI misalnya pisang, nasi tim, dapat menyebabkan kebosanan pada balita tersebut sehingga pada umur-umur selanjutnya balita akan cenderung malas makan.

b. Pemberian PASI

Pemberian PASI sesuai jadwal dapat menyebabkan asupan nutrisi balita lebih baik karena pada umur lebih dari 6 bulan sistem pencernaan balita sudah mulai sempurna fungsinya, penyerapan sari-sari makanan berjalan dengan baik. Pemberian PASI diberikan secara bertahap sesuai dengan umur balita.

c. Kualitas dan kuantitas asupan nutrisi

Pada umumnya malnutrisi yang terjadi pada anak-anak dapat merupakan suatu kelanjutan dari suatu keadaan kurang gizi yang telah dimulai semenjak bayi. Meskipun kebutuhan kalori telah dipenuhi akan tetapi makanan yang diberikan tidak mengandung nutrien yang esensial bagi manusia dapat menyebabkan gangguan gizi. Frekwensi pemberian dan banyaknya jumlah asupan nutrisi yang diberikan sangat menentukan keadaan gizi balita.

3. Pelayanan Kesehatan

a. Pelayanan posyandu

Balita merupakan sasaran posyandu yang cukup penting, oleh karena balita merupakan proporsi yang cukup besar dari komposisi penduduk Indonesia, sehingga analisis tentang faktor-faktor yang mendorong balita berkunjung ke posyandu  perlu dilakukan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui karateristik balita yang berkunjung  ke posyandu, faktor apa yang mempengaruhi balita berkunjung ke posyandu dan faktor yang paling berpengaruh terhadap kunjungan balita ke posyandu.

b. Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan balita karena dengan imunisasi dapat dicegah penyakit-penyakit seperti hepatitis, tuberkulosis, polio, dipteri, pertusis, tetanus dan campak. Imunisasi harus dilakukan secara lengkap disesuaikan dengan umur balita.

c. Pemberian vitamin A

Kekurangan vitamin A dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan program pemberian vitamin A secara gratis setiap bulan tertentu. Vitamin A dapat digunakan sebagai pengobatan pada kasus KEP berat dengan dosis yang ditentukan.

 

Selain dari beberapa kasus tersebut, kelainan metabolisme protein juga sangat berpengaruh terhadap gangguan defisiensi protein.

Marasmus merupakan istilah yang digunakan  bagi gejala yang timbul apabila anak kekurangan energi kalori dan protein. Berat badan lebih banyak terpengaruh daripada ukuran lingkar kepala, kerangka, panjang dan lingkar dada. Pada marasmus tidak ada oedem, tetapi kadang-kadang terjadi perubahan kulit, rambut dan pembengkakan pada hati. Marasmus sering disertai dengan defisiensi vitamin, terutama vitamin D dan vitamin A.

Kwashiorkor dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau lebih. Pada gejala ini terdapat oedem di bagian perut, kaki, dan tangan, yang merupakan ciri khas kwashiorkor dan adanya oedem  erat berkaitan dengan albumindalam serum.

Akibat kelebihan protein dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah lain terutama pada bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan protein dapat menimbulkan asidosis, diare, dehidrasi, kenaikan amonia dalam darah, demam dan kenaikan ureum dalam darah.

Proses dalam metabolisme protein:
1. Proses dekarboksilasi (Decarboxylation Process):  Memisahkan gugusan karboksil dari asam amino, sehingga terjadi ikatan baru yang merupakan zat antara yang masih mengandung N.
2. Proses transaminasi (Transamination Process):  Pemindahan gugusan asam amino (NH2) dari suatu asam amino ke ikatan lain yang biasanya asam keton sehingga terjadi asam amino.
3. Proses deaminasi (Deamination Process):  Memisahkan gugusan amino (NH2) dari suatu asam amino. Biasanya diikuti produksi asam alfa keto yang bila dioksidasi sempurna menjadi CO2+H2O atau disintesa menjadi aseto asetat mengikuti metabolisme asam lemak.

Dekarboksilasi oksidatif merupakan suatu tahapan proses katabolisme (reaksi pemecahan / pembongkaran senyawa kimia kompleks yang mengandung energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah) yang merupakan lanjutan dari proses glikolisis (proses pengubahan molekul sumber energi, yaitu glukosa yang mempunyai 6 atom C manjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu asam piruvat yang mempunyai 3 atom C). Dekarboksilasi merujuk pada reaksi kimia yang menyebabkan gugus karboksil (-COOH) terlepas dari senyawa semula menjadi karbon dioksida (CO2).

Transaminasi ialah proses katabolisme asam amino yang melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino ke asam amino lain. Dalam reaksi transaminasi ini gugus amino dari suatu asam amino dipindahkan kepada salah satu dari tiga senyawa keto, yaitu asam piruvat, a ketoglutarat atau oksaloasetat, sehingga senyawa keto ini diubah menjadi asam amino, sedangkan asam amino semula diubah menjadi asam keto. Ada dua enzim penting dalam reaksi transaminasi yaitu alanin transaminase dan glutamat transaminase yang bekerja sebagai katalis dalam suatu reaksi. Pada reaksi ini tidak ada gugus amino yang hilang, karena gugus amino yang dilepaskan oleh asam amino diterima oleh asam keto. Alanin transaminase merupakan enzim yang mempunyai kekhasan terhadap asam piruvat-alanin. Glutamat transaminase merupakan enzim yang mempunyai kekhasan terhadap glutamat-ketoglutarat sebagai satu pasang substrak .Reaksi transaminasi terjadi didalam mitokondria maupun dalam cairan sitoplasma. Semua enzim transaminase tersebut dibantu oleh piridoksalfosfat sebagai koenzim. Telah diterangkan bahwa piridoksalfosfat tidak hanya merupakan koenzim pada reaksi transaminasi, tetapi juga pada reaksi-reaksi metabolisme yang lain.

Deaminasi Oksidatif ialah proses pemisahan gugus amino dari suatu asam amino.Asam amino dengan reaksi transaminasi dapat diubah menjadi asam glutamat. Dalam beberapa sel misalnya dalam bakteri, asam glutamat dapat mengalami proses deaminasi oksidatif yang menggunakan glutamat dehidrogenase sebagai katalis. Asam glutamat + NAD + a ketoglutarat + NH4+ + NADH + H+. Dalam proses ini asam glutamat melepaskan gugus amino dalam bentuk NH4+. Selain NAD+ glutamat dehidrogenase dapat pula menggunakan NADP+ sebagai aseptor elektron. Oleh karena asam glutamat merupakan hasil akhir proses transaminasi, maka glutamat dehidrogenase merupakan enzim yang penting dalam metabolisme asam amino oksidase dan D-asam oksidase. Itulah tahap dalam proses metabolisme protein.

 

  1. C.   Penangulangan Defisiensi Protein

Berdasarkan kenyataan yang ada, untuk menurunkan angka kejadian kwashiorkor, marasmus serta KEP, maka kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan khususnya bagi balita dapat menjadi sasaran dalam penanganannya. Pemberian informasi tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui penyuluhan kesehatan perlu ditingkatkan.

 

  1. JANGKA PENDEK

Meningkatkan kinerja Posyandu dan kreativitas kader-kadernya guna menjaring balita dalam rangka meningkatkan kunjungan ke posyandu,

seperti misalnya dengan : a. Membuat kitir undangan Posyandu; b. Mengadakan panggung boneka;  c. Mengadakan lomba balita sehat.

Mengadakan pembinaan terhadap masyarakat tentang pemanfaatan lahan pekarangan untuk memeliharaan hewan ternak seperti ayam, bebek, lele, ikan, dll, serta menanam sayur mayur, yang nantinya dapat dikonsumsi balita. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan kerja sama lintas sektoral dengan Dinas Peternakan, Dinas Pertanian dan Dinas Perikanan. Selain itu, pembinaan kepada ibu-ibu PKK, khususnya bagi ibu-ibu berbalita tentang cara mengolah bahan makanan atau membuat makanan bagi balita yang mudah dam murah tetapi memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, termasuk pembuatan makanan tambahan bagi balita.

2. JANGKA MENENGAH

a. Revitalisasi Posyandu

b. Revitalisasi Puskesmas

c. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan pangan dan Gizi

3. JANGKA PANJANG

a. Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

b.Kegiatan sosial dengan program penanggulangan kemiskinan dan ketahanan pangan.

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN
    1. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme tubuh, diantaranya kwashiorkor, marasmus, KEP, dan busung lapar
    2. Mengkonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung protein, biasanya banyak pula kandungan lemaknya. Sehingga kelebihan konsumsi protein dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas

 

  1. SARAN
    1. Untuk menanggulangi terjadinya defisiensi protein, maka dilakukan beberapa program, yaitu program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang semuanya melibatkan posyandu atau saran kesehatan yang ada di daerah tersebut maupun dari pemerintah
    2. Pengetahuan ibu dalam merawat buah hati dan mencukupi semua nutrisi yang diperlukan adalah sangat penting, oleh karena itu untuk memberi pengetahuan mengenai kebutuhan-kebutuhan zat gizi terhadap anaknya perlu diadakan sosialisasi, dan memberikan bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak baik secara materi maupun pengetahuan

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

 

Aritonang, Evani. 2004. Kekurangan Energi Protein. Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat : USU

 

Atmarita. 2005. Nutrition Problems in Indonesia. The article for An Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle – Related Diseases : UGM

 

Colby, Diane S. 1992. Ringkasan Biokimia Harper. EGC : Jakarta

 

Girindra, Aisjah. 1993. Biokimia 1. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

 

Kartasapoetra, dkk. 2005. Ilmu Gizi. Rineka Cipta : Jakarta

 

Umiyarni, Dyah. 2011. Kurang Energi Protein. Diakses dari http:// dyah-purnamasari.blog.unsoed.ac.id. Tanggal 31 Mei 2013 pukul 11.28 WIB

 

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama